Para ulama berselisih dalam masalah penamaan ayah dan nasabnya, kenabian dan profesion serta sifat-sifat fizikalnya. Al-Hâfizh Ibnu Katsîr Rahimahullah menjelaskan, ia adalah Luqmân bin ‘Anqâ bin Sadûn.Sebahagian besar ulama Salaf menyatakan, Luqmân Rahimahullah bukanlah nabi dan tidak pula mendapatkan wahyu, melainkan ia seorang wali Allah Subhanahu wa Ta'ala yang taat, shâlih, dan bijaksana, yang telah dikurniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala berbagai keutamaan, berupa kecerdasan akal, kedalaman pemahaman terhadap Islam, sifat pendiam dan tenang, serta hikmah dalam berkata-kata.
Adapun mengenai pekerjaan Luqman Rahimahullah, di antara para ulama terjadi perbezaan pendapat. Ada yang mengatakan, ia seorang budak hitam yang bekerja sebagai tukang kayu. Ada pula yang mengatakan sebagai penjahit. Ada pula yang mengatakan sebagai penggembala. Dan ada pula yang mengatakan sebagai Qadhi (hakim) di masyarakat Bani Israil. Sedangkan mengenai sifat-sifat fizikal beliau, banyak para ulama yang menjelaskan, ia adalah seorang budak Habsyah yang hitam, berbibir tebal, dan berkaki pecah-pecah.
Nasihat 1 :SYIRIK MERUPAKAN KEZHALIMAN YANG AMAT BESAR
Dan (Ingatlah) ketika Luqmân berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. (Qs. Luqmân/31:13).
Pada ayat di atas, Luqmân Rahimahullah menasihati anaknya, Tsarân agar tidak berbuat syirik. Sebagai seorang ayah yang telah dikurniai Allah Subhanahu wa Ta'ala sifat bijaksana dan kemampuan berkata-kata dengan kedalaman makna dan penuh hikmah, Luqmân memberi sebuah nasihat sangat berharga untuk buah hatinya yang sangat ia sayangi.
Dia menasihati anaknya agar tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sesuatu apapun, karena syirik merupakan kezhaliman yang amat besar. Kerana dalam perbuatan syirik ini tidak ada suatu pun perbuatan dosa yang lebih besar dan buruk daripada dosa menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan makhluk-Nya, dosa menyamakan derajat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Sempurna dan Yang Maha berhak untuk disembah kerana kesempurnaan sifat-sifat-Nya; dengan makhluk-Nya yang sarat kekurangan dan kelemahan.
Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan mengampuni dosa seseorang yang berbuat syirik, jika ia mati dalam keadaan belum bertaubat dari perbuatan syiriknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang maksudnya :
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Surah an-Nisâ‘/4:48).
Syirik merupakan kezhaliman yang sangat besar dan Keimanan seorang muslim tidak mungkin lurus dan benar jika masih tercampur dengan kezhaliman ini. Kerana tidak mungkin sebuah keimanan dan tauhid bercampur dengan kesyirikan dan kekufuran.
Ayat di atas juga memberikan isyarat yang jelas kepada para ayah atau orang tua, para guru, pengajar dan pembimbing secara umum, agar mereka menasihati anak-anaknya sejak awal lagi Yaitu dengan menanamkan dan memahamkan serta mengajarkan prinsip-prinsip dasar ke- Islaman dan keimanan, berupa aqidah atau tauhid. Hal ini pun telah dicontohkan oleh seorang ayah, pembimbing, dan guru yang terbaik, yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam , tatkala beliau menasihati sepupunya, ‘Abdullah bin ‘Abbâs radhiallahu'anhu yang saat itu umurnya masih sangat muda.
‘Abdullah bin ‘Abbâs radhiallahu'anhuma berkata, yang artinya: Pada suatu hari, aku pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, dan beliau bersabda: “Wahai anak kecil, sesungguhnya aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; ‘Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya di depanmu. Jika kamu ingin meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika kamu ingin memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya jika seluruh umat bergabung untuk memberikan sebuah manfaat kepadamu, mereka semua tidak akan boleh memberikan manfaat itu kecuali jika Allah telah menetapkannya untukmu. Dan jika mereka semua bergabung untuk memberikan sebuah mudharrat/ bahaya kepadamu, mereka semua tidak akan bisa memberikan madharrat/bahaya itu kecuali jika Allah telah menetapkannya (pula) untukmu. Pena telah diangkat, dan buku catatan (amal) telah kering’.”
Nasihat 2:WAJIB BERBAKTI DAN TAAT KEPADA ORANG TUA SELAMA PERINTAHNYA TIDAK MENYALAHI SYARIAT
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Surah Luqmân/31:14-15).
Pada ayat ke-14 dan ke-15 surat Luqmân ini, setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak-Nya dengan beribadah hanya kepada- Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kita untuk memenuhi hak orang tua, dengan berbakti dan taat kepadanya selama perintah mereka tidak menyelisihi syariat. Kita diperintah untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua, kerana merekalah yang menyebabkan kita ada di dunia ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala; dan terlebih lagi berbakti kepada ibu, kerana, ibu telah mengandung kita, merasakan payahnya ketika kita masih berada di dalam perutnya. Hingga akhirnya melahirkan kita dengan menahan rasa sakit yang luar biasa. Ibu mempertaruhkan nyawa demi keselamatan kita. Tidak hanya sampai di situ, ibu juga menyusui kita, mengurus dengan sabar, hingga dalam jangka waktu dua tahun. Sampai akhirnya kita tumbuh berkembang, kuat dan dewasa. Demikian pula dengan ayah, ia telah membanting tulang mencari nafkah untuk memenuhi keperluan kita dan ibu.
Oleh kerana itu, sudah semestinya jika taat dan berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap anak. Tentunya, kewajiban tersebut berlaku selama bakti dan ketaatan terhadap perintah mereka berdua tidak menyelisihi atau menyalahi syariat. Hal ini banyak diterangkan dalam Al-Qur‘ân maupun hadits-hadits shahîh, di antaranya seperti firman-Nya berikut:
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Surah al-’Ankabût/29:8).
Namun begitu, ada juga yang bertanya, "bagaimana pula kalau ibu bapa kami ni garang sangat, salah sikit mesti marah? kadang2 sampai saya tak tahan, lalu turut meninggikan suara dengan mak bapa saya?" Astaghfirullahal'azhim... bagi mereka yang turut mempunyai pengalaman yang sama seperti ini, kita kena ingat, Allah takdirkan sesuatu mesti ada sebabnya...bukan untuk bermain-main...semua ini adalah ujian Allah swt untuk meningkatkan lagi darjat keimanan kita. Sesungguhnya SABAR itulah yang paling baik.
Sedangkan jika ibu bapa kita mengajak kepada kemaksiatan, malah kekufuran pun kita tidak boleh mengasari mereka melainkan menolak dengan cara yang baik.
Kalau sekarang, kita tidak rasa bahagia sebab mempunyai ibu bapa seperti itu dan ini...
YA! memang..sebab manusia tidak boleh sama sekali membahagiakan kita...kebahagiaan itu datangnya daripada ALLAH swt. Dan, kepada mereka yang merasa begitu bahagia dengan ibu bapanya..Ingat! dan bersyukurlah! Sesungguhnya semua itu adalah kehendak Allah yang dalam batasan Allah jua.
Sebagai contoh, seperti yang telah dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqqâsh radhiallahu'anhu , ketika sang ibu memaksanya murtad dari Islam. Para ulama berpendapat, ayat ke-8 surah al-’Ankabût, dan ayat ke-14 dan ke-15 surat Luqmân ini di atas turun dengan sebab kisah Sa’ad bin Abi Waqqâsh radhiallahu'anhu.
Dalam Shahîh Muslim, dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh radhiallahu'anhu, beliau berkata yang artinya :
Ibu Sa’ad (bin Abi Waqqâsh) bersumpah untuk tidak berbicara dengannya selama-lamanya sampai Sa’ad kufur (keluar) dari agamanya (yaitu, Islam). Dia pun bersumpah untuk tidak mau makan dan minum. Dia berkata: “Kamu mengatakan bahwa Allah memerintahkanmu untuk taat/berbakti kepada kedua orang tuamu, sedangkan aku adalah ibumu, dan aku memerintahkanmu untuk kufur (dari Islam)”. Ibu Sa’ad pun bertahan (tidak makan dan minum) selama tiga hari, hingga ia pengsan kerana kepayahan. Maka salah satu anaknya yang bernama ‘Umarah memberinya minum. Ibu Sa’ad pun mendoakan keburukan untuk Sa’ad, maka Allah 'Azza wa Jall menurunkan dalam Al-Qur`ân ayat ini: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyusunya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapamu, Hanya kepada- Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutu- kan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”.
Oleh kerana itu, bagaimanapun keadaan orang tua, kita diwajibkan oleh Allah 'Azza wa Jalla untuk taat dan berbakti kepada mereka, selama bukan merupakan perkara maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika orang tua memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban untuk mentaati perintah mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda:
… Sesungguhnya ketaatan hanya dalam hal yang baik.
Baginda Shallallahu 'alaihi wa Sallam juga bersabda:
… Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Pencipta (Allah Subhanahu wa Ta'ala ).
Nasihat 3: LUQMAN RAHIMAHULLAH MENANAMKAN AQIDAH KEPADA PUTRANYA TENTANG KEKUASAAN ALLAH YANG MUTLAK DAN ADANYA HARI PEMBALASAN
(Luqmân berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, nesaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Qs. Luqmân/31:16).
Pada ayat ke-16, Luqmân kembali menasihati putranya, bahwa sekecil apapun perbuatan seseorang, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan, pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membalasnya. Perbuatan baik, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala pun baik. Jika perbuatan tersebut buruk, maka balasan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala pun demikian. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Qs. al-Anbiyâ‘/21:47).
Maka, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan Allah 'Azza wa Jalla. Oleh karena itu, di akhir ayat 16 surat Luqmân ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Nasihat 4: LUQMAN RAHIMAHULLAH MEMERINTAHKAN PUTRANYA UNTUK MENEGAKKAN SOLAT, MENEGAKKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DAN BERSABAR TERHADAP MUSIBAH
Hai anakku, dirikanlah solat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Qs. Luqmân/31:17).
Luqmân memerintahkan si anak untuk solat, karena merupakan ibadah yang paling penting. Selanjutnya, memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar. Perintah ini menuntut seseorang agar mengetahui perkara-perkara yang ma’ruf dan kemungkaran, serta sifat pendukungnya, yaitu kelembutan dan kesabaran. Lantaran pasti akan menghadapi cubaan saat menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar, Luqmân memerintahkan supaya bersabar. Perkara-perkara ini termasuk ‘azmil-umûr (perkara besar lagi perlu perhatian lebih), hingga tidak ada yang memperoleh taufik untuk menjalankannya kecuali orang-orang yang benar-benar bertekad.
Secara khusus, mengenai pembinaan anak-anak untuk mengerjakan solat sejak dini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan solat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau melakukan solat) ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.
Nasihat 5 : LUQMAN RAHIMAHULLAH MENGAJARKAN KEPADA PUTRANYA AGAR TIDAK SOMBONG, ANGKUH DAN TIDAK MEMBANGGAKAN DIRI
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (kerana sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Qs. Luqmân/31:18)
Dalam ayat lain, Allah 'Azza wa Jalla telah berfirman:
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekalikali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (Qs. al-Isrâ‘/17:37).
Dan sungguh, nasihat Luqmân ini pun telah diajarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk kita, seperti ditunjukkan beberapa hadits berikut. Hadits ‘Abdullah bin Mas’ûd radhiallahu'anhu , Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidak (akan) masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat sekecil dzarrah dari kesombongan”. (Kemudian) ada seorang yang berkata: “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan seliparnya bagus,” (maka) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain”.
Hadits Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
Tatkala seorang berjalan dengan angkuh sombong dengan mengenakan dua lapis pakaiannya, maka Allah benamkan dia ke dalam bumi. Dia pun terus demikian naik turun di dalam bumi sampai hari kiamat.
Hadits Hâritsah bin Wahb al-Khuzâ’i radhiallahu'anhu , ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
“… Maukah aku beritahu kalian; siapakah penghuni neraka?” Mereka menjawab: “Tentu”. Rasulullah bersabda: “Setiap orang yang kasar, tamak/serakah dan sombong”.
Nasihat 6: LUQMAN RAHIMAHULLAH MENGAJARKAN KEPADA PUTRANYA AGAR TAWAADHU’, BERLAKU TENANG DAN TIDAK MENINGGIKAN SUARA
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buru
k suara ialah suara keledai. (Qs. Luqmân/31:19).
Pada ayat ke-19, Luqmân juga menasihati putranya untuk tawâdhu’ (rendah hati), tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat dalam berjalan. Dia juga menasihati anaknya untuk tidak berlebih-lebihan dalam berbicara, dan tidak meninggikan suara untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya pada pembicaraan tersebut. Sampai-sampai Luqmân mengumpamakannya dengan suara keledai yang buruk.
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Seburuk-buruk perumpamaan orang yang meninggikan suaranya adalah bagaikan keledai dalam ringkikannya. Selain itu, suara ini pun dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala “.
0 comments:
Post a Comment